Sebelum ke Raja Ampat, kita menginap dulu 1 malam di Sorong. Di sana, kita ditemenin sama saudara saya yang tinggal dan bekerja di situ. Sebagai seorang turis, kita pun bertanya tentang hal menarik apa yang ada di Sorong. Mas K- sebut saja begitu namanya - agak bingung. Kota Sorong ini ga punya sesuatu yang khas. Bahkan makanan khas pun ga ada.
Akhirnya dia pun mengantar kami keliling-keliling. Dalam 30 menit selesai sudah acara keliling kota. Semua sudah terjelajahi. Yang spesial? Hampir ga ada. Kecuali mal paling besar yang gedenya paling segede Aneka Buana di Pondok Labu deket rumah saya. Segede Tip Top kalau di Rawamangun. Segede Borma kalau di Bandung. Kecillah pokoknya.
Selesai keliling-keliling, kami pun diajak makan di pinggir jalan. Di sebelah pantai yang tertutup dinding. Mirip di Ancol. Mas K pun memesan makanan dan minuman yang kira-kira agak beda dengan makanan ibu kota. Minuman bernama Saraba, ubi goreng, dan sesuatu makanan pisang saya lupa namanya.

Pisang sesuatu namanya itu saya lupa rasanya. Agak aneh kalo ga salah. Gatau deh saya lupa.
"Ini singkong apa ubi si? Tulisannya ubi rasanya singkong.." Ya, dia memang lebih vokal dari saya.
"Itu singkong. Kalau di sini semua yang umbi-umbian dibilang ubi," mas K menjawab kebingungan kami.
Jadi mau pilih ubi apa singkong? Yang dateng bakal sama-sama aja. Hehehehe.
FYI. Alasan kenapa Sorong tidak punya makanan atau sesuatu yang khas adalah karena kota ini awalnya dibuka untuk transmigran. Bukan kota yang sudah berkembang sejak dulu. Juga kota yang dibuka oleh Pertamina. No wonder ga ada setitik pun tradisi yang terasa.